4. PILAR NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
a. Makna Pilar
Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar
memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak
kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam
bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut ”soko”,
bahkan bagi rumah jenis joglo, yakni rumah yang atapnya menjulang
tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang
disebut soko guru. Soko guru ini sangat menentukan
kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis
kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di
rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan
gangguan.
Demikian pula halnya dengan bangunan negara-bangsa,
membutuhkan pilar atausoko guru yang merupakan tiang penyangga yang
kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan
sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu
negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system,
atau philosophische grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan
nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang bersangkutan yang diyakini
memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya soko guru atau pilar
bagi suatu rumah harus memenuhi syarat agar dapat menjaga kokohnya bangunan
sehingga mampu bertahan serta menangkal segala macam ancaman dan
gangguan, demikian pula halnya dengan belief system yang
dijadikan pilar bagi suatu negara-bangsa. Pilar yang berupa belief
system suatu negara-bangsa harus menjamin kokoh berdirinya
negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan kenyamanan, serta
mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang menjadi dambaan
warga bangsa.
Pilar yang dimaksud dimanfaatkan sebagai landasan
perjuangan dalam menyusun program kerja dan dalam melaksanakan kegiatan. Pilar
Negara Kesatuan Republik Indonesia dimanfaatkan sebagai landasan atau
penyanggah dalam menyusun program kerja dan dalam melaksanakan setiap kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
c. Perkembangan Pilar Negara Kesatuan Republik
Indonesia
NKRI saat ini semakin kurang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Rasa
nasinalisme semakin berkurang. Masyarakat lebih mementingkan golongan atau suku
masing-masing. Terbukti banyak sekali perpecahan yang mengakibatkan saling
membantai dan saling membunuh. Hal ini terjadi karena hilangnya rasa
kebersamaan dan rasa kesatuan.
Untuk menumbuhkan kembali pilar NKRI kita sebagai warga negara harus ikut
andil dan ikut berpartisipasi dalam menumbuhkan kembali rasa NKRI dengan
mengingatkan dan mengajak untuk saling menghargai dan menghormati yang
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesatuan.
3. Prinsip-prinsip
yang terdapat dalam Pancasila
Konsep dasar religiositas, humanitas,
nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas tersebut kemudian terjabar menjadi
prinsip berupa lima sila yang diacu oleh bangsa Indonesia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh Bung Karno sila-sila Pancasila itu
disebutthe five principles of Pancasila.
Prinsip adalah gagasan dasar, berupa
aksioma atau proposisi awal yang memiliki makna khusus, mengandung kebenaran
berupa doktrin dan asumsi yang dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan
tingkah laku manusia. Prinsip dijadikan acuan dan dijadikan dasar menentukan
pola pikir dan pola tindak sehingga mewarnai tingkah laku pendukung prinsip
dimaksud. Sila-sila Pancasila itulah prinsip-prinsip Pancasila. Berikut
disampaikan prinsip-prinsip Pancasila dan penjabarannya.
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Dari konsep religiositas terjabar menjadi
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang berisi ketentuan sebagai berikut:
Pengakuan adanya berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
Setiap individu bebas memeluk agama dan
kepercayaannya;
Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaan kepada pihak lain;
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
Saling hormat-menghormati antar pemeluk
agama dan kepercayaan;
Saling menghargai terhadap keyakinan yang
dianut oleh pihak lain;
Beribadat sesuai dengan keyakinan agama
yang dipeluknya, tanpa mengganggu kebebasan beribadat bagi pemeluk keyakinan
lain;
Dalam melaksanakan peribadatan tidak
mengganggu ketenangan dan ketertiban umum.
b. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Dari konsep humanitas berkembang menjadi
prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dengan ketentuan-ketentaun sebagai
berikut:
Hormati disposisi/kemampuan dasar manusia
sebagai karunia Tuhan dengan mendudukkan manusia sesuai dengan kodrat, harkat
dan martabatnya;
Hormatilah kebebasan manusia dalam
menyampaikan aspirasi dan pendapat;
Hormatilah sifat pluralistik bangsa dengan
cara:
Kembangkan sikap inklusif, yang
bermakna bahwa dalam berhubungan dengan pihak lain tidak bersikap menangnya
sendiri, bahwa pendapatnya tidak mesti yang paling benar dan tidak meremehkan
pendapat pihak lain.
Jangan bersifat sektarian dan eksklusif yang
terlalu membanggakan kelompoknya sendiri dan tidak memperhitungkan kelompok
lain. Sebagai akibat berkembang sikap curiga, cemburu dan berlangsung
persaingan yang kurang sehat.
Hindari sifat formalistik yang
hanya menunjukkan perilaku semu. Sikap pluralistik dilandasi oleh sikap saling
percaya mempercayai dan saling hormat menghormati. Bahkan harus didasari oleh
rasa kasih sayang sehingga dapat mempersatukan keanekaragaman dalam kerukunan.
Usahakan sikap dan
tindakan konvergen bukan divergen. Sikap pluralistik mencari common
denominator atau de grootste gemene deeler dan de
kleinste gemene veelvoud dari keanekaragaman sebagai common
platform dalam bersikap dan bertingkah laku bersama.
Tidak bersifat ekspansif, sehingga
lebih mementingkan kualitas dari pada kuantitas.
Bersikap toleran, memahami
pihak lain serta menghormati dan menghargai pandangan pihak lain.
Tidak menyentuh hal-hal yang
bersifat sensitif pada pihak lain.
Bersikap akomodatif dilandasi
oleh kedewasaan dan pengendalian diri secara prima.
Hindari sikap ekstremitas dan
mengembangkan sikap moderat, berimbang dan proporsional.
c. Persatuan
Indonesia
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
prinsip Persatuan Indonesia adalah:
Bangga pada negara-bangsanya atas kondisi
yang terdapat pada negara-bangsanya serta prestasi-prestasi yang dihasilkan
oleh warganegaranya.
Cinta pada negara-bangsanya serta
rela berkorban demi negara-bangsanya.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan berisi
keten-tuan sebagai berikut:
Dalam mengambil keputusan bersama
diutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. Win win solution dijadikan
acuan dalam mencari kesepakatan bersama. Dengan cara ini tidak ada yang merasa
dimenangkan dan dikalahkan.
Dalam mencari kesepakatan bersama tidak
semata-mata berdasarkan pada suara terbanyak, tetapi harus berlandasan pada
tujuan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Setiap keputusan bersama harus mengandung substansi yang mengarah
pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta terwujud
dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak menerapkan prinsip tirani minoritas
dan hegemoni/dominasi mayoritas. Segala pemangku kepentingan atau stakeholders dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dilibatkan dalam penetapan kebijakan bersama
sesuai dengan peran, kedudukan dan fungsi masing-masing.
Mengacu pada prinsip politiek-economische
demokratie (Bung Karno), bahwa demokrasi harus mengantar rakyat
Indonesia menuju keadilan dan kemakmuran, sociale rechtvaar-digheid.
e. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berisi ketentuan sebagai berikut:
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan;
Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara;
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan serta wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
4. Nilai-nilai
yang terdapat dalam Pancasila
a. Kedamaian
Kedamaian adalah situasi yang
menggambarkan tidak adanya konflik dan kekerasan. Segala unsur yang terlibat
dalam suatu proses sosial berlangsung secara selaras, serasi dan
seimbang, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban dan ketenteraman. Segala
kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dapat terpenuhi, sehingga tidak terjadi
perebutan kepentingan. Hal ini akan terwujud bila segala unsur yang terlibat
dalam kegiatan bersama mampu mengendalikan diri.
b. Keimanan
Keimanan adalah suatu sikap yang menggambarkan
keyakinan akan adanya kekuatan transendental yang disebut Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan keimanan manusia yakin bahwa Tuhan menciptakan dan mengatur alam
semesta. Apapun yang terjadi di dunia adalah atas kehendak-Nya, dan manusia
wajib untuk menerima dengan keikhlasan.
c. Ketaqwaan
Ketaqwaan adalah suatu sikap berserah diri
secara ikhlas dan rela diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa, bersedia tunduk dan
mematuhi segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
d. Keadilan
Keadilan adalah suatu sikap yang mampu
menempatkan makhluk dengan segala permasalahannya sesuai dengan hak dan
kewajiban serta harkat dan martabatnya secara proporsional diselaraskan dengan
peran fungsi dan kedudukkannya.
e. Kesetaraan
Kesetaraan adalah suatu sikap yang mampu
menempatkan kedudukan manusia tanpa membedakan jender, suku, ras, golongan,
agama, adat dan budaya dan lain-lain. Setiap orang diperlakukan sama di
hadapan hukum dan memperoleh kesempatan yang sama dalam segenap bidang
kehidupan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
f. Keselarasan
Keselarasan adalah keadaan yang
menggambarkan keteraturan, ketertiban dan ketaatan karena setiap makhluk
melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat dan proporsional, sehingga timbul
suasana harmoni, tenteram dan damai. Ibarat suatu orkestra, setiap pemain
berpegang pada partitur yang tersedia, dan setiap pemain instrumen melaksanakan
secara taat dan tepat, sehingga terasa suasana nikmat dan damai.
g. Keberadaban
Keberadaban adalah keadaan yang
menggambarkan setiap komponen dalam kehidupan bersama berpegang teguh pada
ketentuan yang mencerminkan nilai luhur budaya bangsa. Beradab menurut bangsa
Indonesia adalah apabila nilai yang terkandung dalam Pancasila direalisasikan
sebagai acuan pola fikir dan pola tindak.
h. Persatuan
dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah keadaan yang
menggambarkan masyarakat majemuk bangsa Indonesia yang terdiri atas
beranekaragamnya komponen namun mampu membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Setiap komponen dihormati dan menjadi bagian integral dalam satu sistem
kesatuan negara-bangsa Indonesia.
i. Mufakat
Mufakat adalah suatu sikap terbuka untuk
menghasilkan kesepakatan bersama secara musyawarah. Keputusan sebagai hasil
mufakat secara musyawarah harus dipegang teguh dan wajib dipatuhi dalam
kehidupan bersama.
j. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah sikap yang
menggambarkan hasil olah fikir dan olah rasa yang bersumber dari hati nurani
dan bersendi pada kebenaran, keadilan dan keutamaan. Bagi bangsa Indonesia hal
ini sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
k. Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi yang
menggambarkan terpenuhinya tuntutan kebutuhan manusia, baik kebutuhan lahiriah
maupun batiniah sehingga terwujud rasa puas diri, tenteram, damai dan bahagia.
Kondisi ini hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras, jujur dan
bertanggungjawab.
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD
ini.
- 1. Sumber Kekuasaan
- Di alinea ketiga disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena mendapat rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh rakyat Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur kehidupan kenegaraan bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila yang pertamaKetuhanan Yang Maha Esa.
- Namun di sisi lain, pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . . . “
- Dari frase-frase terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua sumber kekuasaan yang diametral.
- Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersumber dari dua sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru bagaimana meng-integrasikan dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak terjadi kontroversi.
- 2. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak
asasi manusia tidak terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan
seksama akan nampak bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase
yang berisi muatan hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa rumusan yang
menggambarkan tentang kepedulian para founding fathers tentang
hak asasi manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
- Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk “menciptakan kehidupan kebangsaan yangbebas,”salah satu hak asasi manusia yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
- Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi manusia. Hak kebebasan danmengejar kebahagiaan diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak asasi manusia, yakni kebebasandan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
- Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945, dan beberapa pasal dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak
asasi manusia. Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak
asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan
perubahan UUD.
- 3. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat
dalam dalam alinea ke-empat yang menyatakan:” maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepadaKetuhan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Frase ini menggambarkan
sistem pemerintahan demokrasi.
Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah
identik dengan demokrasi. Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan
adat budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam
berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam
menemukan sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut
“demokrasi terpimpin,” suatu ketika “demokrasi Pancasila,” ketika lain
berorientrasi pada faham liberalisme.
- 4. Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan
Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah
individu atau orang, berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa
konstitusinya adalah untuk mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak
istilahbangsa diungkap dalam Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan
jelas bahwa maksud didirikannya Negara Republik Indonesia yang utama adalah
untuk melayani kepentingan bangsa dan kepentingan bersama. Hal ini dapat
ditemukan dalam frase sebagai berikut:
- Misi Negara di antaranya adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” bukan untuk melindungi masing-masing individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan individu diabaikan.
- Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;”suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia.” Sekali lagi dalam rumusan tersebut tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.
Dari uraian yang disampaikan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasalnya mengandung
prinsip-prinsip yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
- Mendudukkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, wajib bersyukur atas segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga merupakan hal yang benar apabila manusia berterima kasih atas kasih sayangNya, tunduk pada segala perintahNya dan mengagungkan akan kebesaranNya.
- Manusia memandang manusia yang lain dalam kesetaraan dan didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan. Manusia diakui akan hak-haknya, diakui perbe-daannya, namun diperlakukan dalam koridor hakikat yang sama. Keanekaragaman individu ditempatkan dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika. Pengakuan keanekaragaman adalah untuk merealisasikan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yakni untuk menciptakan kebaikan, kelestarian dan keharmonian dunia.
- Manusia yang menempati puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke, dan dari pulau Miangas sampai pulau Rote membentuk suatu kesatuan geographical politics, memiliki sejarah hidup yang sama, sehingga terbentuk karakter yang sama, memiliki cita-cita yang sama, merupakan suatu bangsa yang disebut Indonesia yang memiliki jatidiri sebagai pembeda dengan bangsa yang lain. Jatidiri tersebut tiada lain adalah Pancasila yang menjadi acuan bagi warga-bangsa dalam bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi berbagai tantangan dalam berbangsa dan bernegara.
- Bangsa Indonesia dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi bersama, memilih cara yang disebut “musyawarah untuk mencapai mufakat,” suatu cara menghormati kedaulatan setiap unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama. Hal ini yang merupakan dambaan bagi setiap manusia dalam hidup bersama.
- Manusia dalam kehidupan bersama bercita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan. Bagi bangsa Indonesia cita-cita tersebut adalah kesejahteraan bersama, kemakmuran bersama. Tiada akan ada artinya terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran pribadi tanpa terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
pola sikap bangsa Indone-sia dalam
menghadapi keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka
Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan
motto yang dipegang oleh bangsa Amerika, yakni “e pluribus unum.”
Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia mengacu pada
prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan adalah
kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut frase-frase yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945:
- Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa;
- Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya rakyat dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas;
- Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah untukmencerdaskan kehidupan bangsa;
- Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia, yang tiada lain merupakan wawasan kebangsaan.
- Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa Indonesia adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 tersebut jelas bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi bangsa Indonesia. Istilah individu atau konsep
individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa
sifat pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada
individualisme dan liberalisme.
Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu
faham, isme atau keyakinan yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu
dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama.
Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas
yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan,
suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut
dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat
mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan
kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk
selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk
dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara
mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
- Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.
2.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan
eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui
harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan
memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan
yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas
dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan
minoritas.
3.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang
hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap
saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai
dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat
dipersatukan.
4.
Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak
divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk
dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan
bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non
sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural
Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1) inklusif,
tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-eksistensi damai
dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang
paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai
dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang
tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan
tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya,
serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah
merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan
berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya
masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati,
tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang
menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan
khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang
pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara
Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya peraturan
daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata
untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh
persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah , menggambarkan
sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi
kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak
mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan
nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai,
aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.
Implementasi Bhineka Tunggal Ika
Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung
dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana
prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
1. Perilaku
inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu
prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam
kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa
dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya
hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa
besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah
dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak
dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
2. Mengakomodasi
sifat pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau
dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang
berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati
ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari
pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan
persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi
bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing
pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang
remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan
bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan
hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi
reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela
gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri
pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu.
Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan
yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang
berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya
reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian
ideal ini telah tergerus arus reformasi.
3. Tidak
mencari menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak
beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau
kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal
Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus berkembang
dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus
diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk
itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Musyawarah
untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman
diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat
sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common
denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama.
Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan.
Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut
sebagai win win solution.
5. Dilandasi
rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai
harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal
Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika
menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing
gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan
golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya
mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.
0 komentar:
Posting Komentar